“Dengarlah Akhi... Dengarlah Ukhti…”
Kehidupan
ada karena Tuhan itu ada. Bumi ada karena langit ada. Bayi ada karena ibu ada. Hawa ada karena Adam ada. Bukankah
seperti itu???... (coba dipikir-pikir lagi). Terakhir. Adam dan Hawa ada karena
ada cinta bukan?
Desir lembut
menelusur memasuki lorong hati. Singgah di ruang hati. Meletuskan getar yang
asing untuk diterjemahkan. Membuat hidup seseorang kadang seperti pelangi,
terkadang juga menggores lukisan senyum yang tak berlatar belakang, terkadang
pula mampu menyayat hati seperti sayatan pedang tajam, juga seringkali
mengalirkan air bening di pelupuk mata yang juga tak berlatar belakang. Benarkah seperti ini disebut cinta?
Cinta. Ia hadir begitu saja tanpa diminta, tidak
melihat usia berapa, anak-anak, remaja, dewasa, bahkan tua. Ia bisa hadir
kapanpun dan kepada siapapun. Ia hadir dengan ekspresi tak bersalah. Tak
bersalah? Ya, karena sejatinya ia suci, murni dan lembut. Ketika cinta mengetuk
pintu hati seseorang yang belum diikat benang suci, belum melafadzkan ijab
qabul, maka cinta adalah cobaan yang patut disyukuri kehadirannya. Mensyukuri
dengan tidak menjadinkannya liar dan tak terkendali. Karena Islam telah
mengaturnya lebih indah daripada cinta itu sendiri. Seperti itu kah??? (aku
mencoba mencari jawaban di dua mata kalian J).
Cinta datang
sendiri tanpa diminta. Tapi pasti ada penghantarnya bukan? Tatapan mungkin saja,
komunikasi juga bisa, hanya suara pun mungkin iya. Cerita? Cerita berpengaruh
juga untuk menariknya datang. Hati manusia itu sederhana. Ya. Sederhana.
Sederhana untuk mencinta. Sederhana untuk merasakan kekakugaman. Sederhana
untuk kasih dan sayang. Hati manusia juga rawan dengan kagum dan cinta. Laki-laki
pun perempuan. Mereka punya hati yang sama-sama rawan. Saat yang disebut
‘fitrah’ itu datang di masa yang tidak tepat, mereka dipaksa untuk menjaga hatinya.
Tapi setiap hati memiliki pilihan yang berbeda. Memilih mengindahkannya menjadi
bunga-bunga Surga atau memilih mengotorinya dengan nanah Neraka. bagaimana
dengan pilihanmu??...
“Dijadikan indah pada (pandangan)
manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,
binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan
di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Ali Imron : 14)
Dengarkan ini akhi, yang kuhormati…
“Aku hanya perempuan di jaman sekarang yang
memiliki hati yang mudah rapuh. Rapuh. Rapuh karena mungkin engkau, akhi.
Aku bukan seseorang yang selalu kuat, juga
bukan wanita yang selalu bisa menahan nafsu. Kala diri ini diuji, aku sering
tewas. Tewas karena godaan syaitan dan nafsu sendiri.
Perempuan sepertiku gampang sekali ‘ge.er’.
Ge’er jika engkau mengirim sms yang diluar urusan dakwah kita. Ge’er saat kau
mengetik sms dengan bahasa yang berlebihan. Ge’er saat kau telepon menanyakan
sesuatu tentangku di luar urusan dakwah kita. Ge’er saat kau memberikan
perhatianmu yang seharusnya aku tak menerimanya darimu. Ge’er saat kau sering
berkomentar berlebihan di dinding facebook-ku. Ge’er saat kau memakai sms atau
komen dengan emoticon-emoticon aneh yang seharusnya itu bukan untukku. Ge’er
saat kau rajin menemuiku dengan alasan-alasanmu yang itu hanya sebuah alasan.
Ge’er saat pandanganmu tak terjaga untukku. Ge’er saat tingkahmu tak biasanya
kepadaku. Akhi, apa menurutmu aku layak meminta pertanggungjawabanmu setelah
suka itu mengusikku?
Mungkin engkau menganggap semuanya itu biasa.
Tapi bagaimana denganku? Apa aku sepertimu? Apakah kau bisa memastikan? Apa kau
juga mampu membaca hatiku, akhi? Akhi… Aku hanya perempuan di jaman sekarang
yang memiliki hati yang mudah rapuh. Rapuh. Rapuh karena mungkin engkau.
Bukankah Allah adalah Dzat Yang Maha
Membolak-balikan hati? --Yaa
Muqallibal Quluub, Tsabbit Qalbi ‘Ala Ta’atik-- “Wahai Dzat yang
membolak-balikkan hati teguhkanlah hatiku diatas ketaatan kepada-Mu.” (HR.
Muslim)
Aku merasa tantangan berat ketika memilih
dakwah sebagai jalanku. Bukan hanya karena berat mengindahkan jalan juang ini
saja. Juga bukan hanya karena berat mengabdi untuk umat. Tapi juga berat
menundukkan hati dengan kalian dalam jalan juang ini. Saat aku harus berbicara
dengan kalian, aku hati-hati sekali merangkai kata agar tak menyakiti penjagaan
kalian. Saat berbicara dengan kalian, aku hati-hati sekali menundukkan
pandangan agar tak merusak pikiran dan hatimu. Apa kau juga demikian?
Telah ku coba menjaga diri sebaik-baiknya.
Menjauhkan diri dari tabarruj, perfume, make up, perhiasan dan teman-temannya.
Untuk apa? Aku hanya ingin terhindar dari fitnah dunia. Aku hanya ingin tidak
melukai hatimu dengan penampilanku.
Maaf jika mungkin aku sering sekali tak
meresponmu. Bukan karena sombong. Tapi ini bentuk ketegasan dan penjagaan
diriku. Berharap engkau menghormatiku sebagai wanita. Berharap engkau
menghormatiku sebagai muslimah. Karena aku tak mau merusak hati. Aku juga tak
mau merusak diri. Yang ku mau, aku bisa mempertahankan kesucian hati dan diriku
untuk seseorang yang aku tidak tau itu siapa. Yang aku tidak tau dia -yang aku
tidak tau siapa- kapan datang menjemputku. Mohon, hargailah aku sebagai hawa.
Semoga hati kita bisa tetap suci dengan Allah
yang selalu di hati.”
Dengarkan ini ukhti, yang kuhormati…
“Aku hanya laki-laki di jaman sekarang yang tidak
ingin melukaimu. Yang tidak ingin melukai hati dan penjagaan dirimu.
Aku bukan seseorang yang selalu kuat, juga
bukan laki-laki yang selalu bisa menahan nafsu. Kala diri ini diuji, aku sering
tewas. Tewas karena godaan syaitan dan nafsu sendiri.
Aku berusaha menhgormatimu sebagai muslimah.
Aku berusaha tegas padamu bukan karena aku marah-marah. Juga bukan berarti aku
kasar. Bukan pula aku tak suka denganmu. Tapi aku hanya berusaha menjaga hatimu
juga hatiku.
Ukhti, tolong berhenti bermanja pada kami.
Kami hanya laki-laki biasa yang ingin teguh di jalan Illahi. Setiap kata atau
nada manja yang keluar dari mulutmu akan sangat membebani hati kami. Kami hanya
laki-laki biasa yang bisa rapuh kapan saja.
Aku hanya laki-laki biasa jaman sekarang yang
mudah terpikat. Jangan hajar emosi dan jiwaku dengan perhatianmu yang murah.
Jiwa ini terasa gerah dengan pujian yang membuncah. Jangan pula kau berlebih
kata dalam sms ataupun komen di dinding facebook-ku, karena itu bisa membuatku
salah mengartikan.
Kala aku tertunduk ketika berbicara denganmu,
bukan berarti aku sambong atau tidak menghargaimu. Tapi semua itu ku lakukan
untuk menjaga hatiku juga hatimu. Aku tak bisa menjamin pandanganku terhadapmu
tidak membawa efek apa-apa. Aku hanya takut zina mata dan turun ke hati.
Maaf jika mungkin aku sering sekali tak
meresponmu. Bukan karena sombong. Tapi ini bentuk ketegasan dan penjagaan
diriku. Berharap engkau menghormatiku sebagai lelaki. Berharap engkau
menghormatiku sebagai muslim. Karena aku tak mau merusak hati. Aku juga tak mau
merusak diri. Yang ku mau, aku bisa mempertahankan kesucian hati dan diriku
untuk seseorang yang aku tidak tau itu
siapa. Yang aku tidak tau dia -yang aku tidak tau itu siapa- kapan akan ku
jemput untuk menemaniku sampai matiku. Mohon, hargailah aku sebagai adam.
Semoga hati kita bisa tetap suci dengan Allah
yang selalu di hati.”
Jalan dakwah ini
terlalu eman jika kita malah terjebak
cinta atau kagum yang semu di dalamnya. Hati yang bersih, engkau terlalu
berharga untuk dijatuhkan. Tetaplah pada penjagaanmu. Tetaplah pada jual
mahalmu. Karena kualitas diri mempengaruhi seberapa besar kualitas kita di
hadapan Allah. Jika dipikir, orang-orang yang terjaga itu sangat mulia. Jika di
pandang, mereka sangat sulit untuk direndahkan, dan sangat sangat WOW LUAR
BIASA-nya (funny ending.. hehe).
Jagalah diri.
Jagalah hati. Jagalah kesuciannya. Ya. Menjaganya. Untuk seseorang yang kita
tidak tau itu siapa. Yang kita juga tidak tau kapan datangnya. Menjaganya. Demi
cinta-Nya, karena cinta-Nya, untuk surga-Nya.
Bersama
bulan dan gemintang, Diselesaikan pada 03 Mei 2013, pukul 01.30 am.
HK-03052013-01.30